Ketika disodorkan dengan pertanyaan, Apakah yang akan kalian pilih?
Memilih antara impian dan cinta?
Pertanyaan yang ada dibenak semua kaum hawa didunia ini?
(Setelah membaca tulisan mbak Jivan davincka)
***
Menulis ini, karena saya sadar saya hanyalah wanita biasa. Saya bukan superwoman. Saya tidak bisa membelah diri, saya bukanlah ahli multitasking. Dan jujur, saya hanya wanita dengan segala keterbatasan dan kekurangan.
Ketika banyak teman-teman disekitar saya sukses meraih impian mereka. Sekolah tinggi, punya karier bagus dikantor, usaha yang laris manis. Senang dan bahagia rasanya ikut mendengar cerita mereka.
Pun saya sendiri, memiliki banyak mimpi dan cita-cita yang belum terwujud.
Saya masih berstatus sebagai agen di sebuah asuransi. Katakanlah status saya ini sebagai freelancer. Yang bebas tidak berkantor. Kantor saya dimana-mana. Based di Balikpapan, tapi bisa juga bercabang di Jogja. Namanya juga bisnis keluarga. Banyak yang membantu dan support saya. Alhamdulillah sungguh beruntungnya saya. Walaupun masalah jenjang karier saya masih nol besar. Belum ada apa-apanya dibanding kedua adik saya. Yang sudah mengecap sukses dibidang yang sama.
Memiliki usaha catering makanan sehat anak (MASAGI) baru berumur sebentar. Lalu untuk sementara saya off-kan sejenak. Semenjak hadirnya Yusuf anak kedua saya. Memang usaha saya agak terbengkalai. Mungkin Fanpage nya pun sudah bulukan dan penuh debu. Karena tak terjamah oleh saya.
Hmmm..
Baiklah, saya akan sedikit flash back sebentar.
Saya adalah seorang lulusan sebuah Universitas di Yogyakarta. Fakultas Kehutanan, UGM. Rada gak nyambung ya? Tapi beneran loh, itu memang pilihan saya. Pilihan kedua di SPMB setelah pilihan pertama Arsitek.
Se-geng SMA saya, hanya saya yang lolos di Universitas negeri. Dan mereka juga yang support saya selalu. Bangganya mama dan papa dulu. Walaupun gak ngerti, ini jurusan apa to riiiiiid?? Hehe. Piss pa!
Saya menyelesaikan kuliah S-1 saya selama kurun waktu 4tahun. Dengan IPK diatas 3 walaupun gak cumlaude. Yang penting gak malu-maluin.
Bangganya papa dan mama saat itu. Moment wisuda saya adalah moment membahagiakan sekaligus juga menyesakkan buat saya. Di satu sisi saya sebagai anak sudah menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan orang tua saya. Namun, pada saat yang bersamaan. Mama saya divonis sakit jantung. Mama tidak hadir mengikuti acara wisuda saya. Hanya papa dan dek Lisa (si bungsu) saja yang datang. Mama tergolek tak berdaya di rumah. Tabung oksigen tak bisa lepas darinya saat sesak napas datang tiba-tiba. Kurus badannya. Ah, nyaris tak tega saya meninggalkannya dirumah saat itu. Ada dek Winny yang menjaganya.
Masih jelas dalam ingatan senyum bahagia mama saat menyambut saya pulang membawa toga. Tangis haru,memeluk erat saya anak sulungnya pulang membawa gelar sarjana. Tapi Allah lebih menyayangi mama pada akhirnya, Ia kembali kepemiliknya, dan meninggalkan saya untuk selama-lamanya.
Dilanjutkan saya bekerja di sebuah Bank di Samarinda. Yep, saya memutuskan untuk merantau. Jauh dari Jogja, mengikuti papa saya yang bertugas di Samarinda.
Disana saya digembleng, untuk tidak menjadi mental cemen. Selamat datang didunia kerja. Setelah Tiga tahun bekerja, saya pun akhirnya berhenti. Karena menikah dan pindah mengikuti suami bertugas di Balikpapan.
Lalu, saya memutuskan untuk berhenti berkarier di Bank Konvensional. Karena saya sudah tak sejalan, dan tidak cocok dengan praktek-praktek didalamnya. Beruntungnya saya dikaruniai anak, Sarah.
Saya masih menggenggam impian yang lain. Saya bekerja di sebuah asuransi. Tercatat sebagai financial consultant. Keren ya namanya? Tapi itu pun tak lama, setelah melahirkan Sarah. Cita-cita saya pun berubah. Sudah tak muluk-muluk menjadi seorang financial consultant yang handal di Balikpapan. Untuk prospek saja saya masih maju-mundur. Walaupun suami sangat mendukung penuh. Susahnya membagi waktu, curi-curi bikin ilustrasi saat Sarah tidur. Yang ada, saya juga ikutan molor.
Kehadiran Sarah tentu menjadi pembelajaran baru buat saya. Banyak membaca, bertanya, trial and error. Kebanyakan sih errornya.hehe.
Menyelami dunia anak, berkutat dengan urusan dapur. Lalu saya pun membuka usaha catering sehat batita. Itung-itung sekalian bikin untuk Sarah. Berjalan lancar, sempat saya membuka Healthy Cooking Class di Balikpapan dan di Jogja. Subhanallah. Peminat dan responnya sungguh tak terduga. Terselip beberapa resep sehat yang saya tularkan ke Ibu-Ibu dan teman sebaya. Mengedukasi kembali memasak makanan sehat untuk anak-anak dirumah. Setidaknya visi dan misi saya berhasil saya sampaikan. Alhamdulillah walau off sejenak, Fanpage nya pun masih terus di kunjungi para Ibu-Ibu.
Saya yang tak punya background memasak. Akhirnya banting stir. Dari yang tak pernah memasak, jadi mau gak mau harus masak. Tuntutan suami dan anak di rumah. Saya pun mulai menyukai dunia memasak, kuliner, dan terakhir food photography.
Dunia baru saya. Me-time nya saya ya di dapur. Mengurus anak. Apalagi ditambah kehadiran, Yusuf. Ah, semakin sayang saya untuk meninggalkan mereka berdua. Walaupun hanya sekejap saja.
Mereka adalah harta yang tak ternilai. Amanah yang diberikan Allah SWT kepada saya. Amanah yang akan dimintai pertanggung jawabannya kelak.
Semua akan ada waktunya, Yah. Begitulah.
Saya cuma manusia biasa. Yang banyak maunya, yang maunya ini itu. Pengen inilah itulah, mau terbang menclok kesana kesitu. Ikut kursus inilah itulah, ikut seminar inilah itulah, baik yang berbau makanan,parenting dan ilmu agama. Toh pada akhirnya saya harus banyak bersabar dan meredam diri.
Saat suami saya sibuk, mosok ya saya juga ikutan sibuk. Lalu bagaimana dengan anak-anak? Masih ada dua malaikat mungil yang butuh perhatian saya. Mereka punya hati, mereka bukan barang yang bisa dititipkan oleh siapapun. Mereka adalah kebanggaan saya kelak.
Bahagia itu simple untuk saya. Kesuksesan suami dan anak-anak itu adalah kebahagiaan yang tak ternilai untuk saya. Kesuksesan juga untuk saya dalam mengantarkan mereka meraih sukses dunia dan akhirat kelak.
'There is a woman behind a success man'. Ada seorang Ibu yang selalu berdoa untuk kesuksesan dan kebahagiaan anak-anaknya. Juga suaminya selalu.
Tak hentinya, tak perlu disuruh, dan tak pernah minta bayaran sepeserpun.
Daaaan, saat saya harus memilih. Impian atau cinta?
Saya memilih cinta. Cinta untuk keluarga saya. Cinta kepada sang Pencipta saya, Cinta kepada suami dan anak-anak saya. Itu saja sudah cukup untuk saya. Bersyukur dengan apa yang saya miliki sekarang.
Biarlah impian saya, saya simpan sementara waktu. Saya akan tetap menggenggamnya kapanpun. Nanti biar waktu yang akan menjawabnya.
Semua ada waktunya.
***
Balikpapan, 12 Maret 2014
Saat melihat kedua anak mungil ini tidur dipelukan saya*
Salam sukses
Ridha (innatikariedha@yahoo.com)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT